Pekanbaru – ISUETERKININEWS.COM Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pekanbaru merespons tindakan represif aparat kepolisian terhadap empat kadernya yang menjadi korban luka saat demonstrasi di depan kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru, Senin (27/5/2024).
"Kami mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap empat orang kader PMII Pekanbaru," kata Ketua PC PMII Pekanbaru, Rizki Ahmad Fauzi melalui keterangan tertulisnya, Senin (27/5) malam.
Dia menjelaskan, empat kadernya yang terluka itu bernama Gusti, Farhan, Romi, dan Aurelia.
“Berdasarkan dari keterangan korban tindakan tersebut berasal dari aparat kepolisian. Mereka dipukul dan di culik satu persatu bahkan sampai ada yang terinjak-injak. Akibatnya satu kader kami mengalami luka yang serius karena kakinya berdarah sehingga masuk rumah sakit," jelasnya.
Fauzi meminta kepada pihak kepolisian untuk bertanggung jawab atas perbuatannya yang mengakibatkan kader PMII mengalami luka yang cukup serius.
“Seharusnya pihak kepolisian tidak perlu melakukan hal ini kepada kader kami saat menyampaikan aspirasi. Kami sangat menyayangkan sikap yang dilakukan aparat kepolisian,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam aksi demonstrasi tersebut PMII Pekanbaru mempertanyakan sejumlah hal terkait seperti proyek revitalisasi Masjid Agung An Nur yakni pengadaan payung elektrik senilai Rp 42 miliar yang dinilai gagal dan mangkrak.
Dalam hal ini PMII Pekanbaru mempertanyakan tanggung jawab Pemprov Riau yang terkesan menutup-nutupi kegagalan proyek tersebut.
Selain itu, PMII juga menyoroti tentang gaya hidup pejabat Pemprov Riau dan keluarganya. Padahal kondisi infrastruktur dan jalan di Riau amburadul.
Hal lain yang disorot PMII yakni soal pengangkatan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa yang merupakan pejabat pusat berasal dari Kementerian Dalam Negeri. Menurut PMII, ditunjuknya pejabat pusat memimpin Kota Pekanbaru seakan mempertontonkan tidak ada pejabat daerah yang mampu dan bisa dipercaya.
Di sisi lain, PMII juga mempertanyakan soal kesanggupan, komitmen, serta penerapan sumpah yang diikrarkan seharusnya menjadi mubahalah kepada diri PJ Walikota itu sendiri manakala kedepan ketika terjadi hal yg tidak di inginkan, kewajiban yang ditinggalkan, maka mubahalah itu akan menimpa dirinya kepada keburukan yang ditanggung oleh dirinya sendiri. (Rilis PMII)