SURABAYA - ISUETERKININEWS.COM, Ellen Sulistyo (Tergugat I) menyatakan bahwa dalam mengelola restorann Sangria by Piazona mengalami kerugian, tidak melakukan wanprestasi, dan "play victim", seolah olah tidak mengerti isi perjanjian, serta menyatakan pembuat draf perjanjian pengelolaan restoran nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 adalah Effendi (Tergugat II), namun semua hal itu terbantahkan oleh keterangan para saksi fakta.
Dari para saksi fakta yang didengar keterangannya dalam beberapa kali persidangan yang digelar di ruang sidang Garuda 1, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, diduga kuat apa yang disampaikan Ellen Sulistyo suatu kebohongan untuk memutarbalikan fakta yang sebenarnya.
Dari keterangan para saksi fakta diduga kuat Ellen Sulistyo terbukti melakukan wanprestasi, bahkan diduga juga melakukan tindak pidana penggelapan dan penipuan dalam pengelola restoran Sangria by Pianoza dijalan Dr. Soetomo no.130 Surabaya, hal itu sesuai Legal Opinon (LO) dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Brawijaya Prof. Nyoman Nurjaya.
Pernyataan dalam mengelola restoran mengalami kerugian dan tidak melakukan wanprestasi terbantahkan dari keterangan saksi fakta bernama Danang (akunting) yang dihadirkan Penggugat (Fifie Pudjihartono Direktur CV.Kraton Resto manajemen dari restoran Sangria by Pianoza) dalam sidang yang digelar hari Rabu tanggal 3 Januari 2024.
Ada beberapa poin yang disampaikan saksi fakta Danang saat itu, antara lain dalam perjanjian pengelolaan antara CV.Kraton Resto dengan Ellen Sulistyo tercantum adanya profit sharing sebesar Rp.60 juta/bulan, akan tetapi selama mengelola restoran, Ellen Sulistyo hanya membayar beberapa kali saja, dan itupun dicicil Rp.30 juta sebanyak dua kali.
Omset restoran ratusan juta setiap bulan masuk direkening pribadi Ellen Sulistyo, akan tetapi Ellen Sulistyo tidak membayarkan PNBP, PBB, dan pajak daerah yang sudah tercantum di perjanjian, yang mana semua itu adalah tanggung jawab Ellen Sulistyo sebagai pengelola restoran.
Saksi Bagus yang dihadirkan sebelum Danang saat itu menerangkan bahwa omset harian restoran rata - rata Rp.27 juta/hari, dan service charge yang merupakan hak karyawan juga tidak pernah dibagikan oleh Ellen Sulistyo.
Keterangan saksi Bagus juga menyebutkan bahwa Ellen Sulistyo mengambil barang (mebel dan elektronik) milik restoran Sangria dan dibawa ke restoran Kayanna dan Ketjombrang yang diklaim milik Ellen Sulistyo. Barang yang diambil ada yang dikembalikan ada pula yang tidak dikembalikan. Bagus juga menerangkan gaji karyawan dalam pembayaran sering terlambat beberapa hari.
Dari keterangan Tugianto yang dihadirkan usai kesaksian Danang menerangkan bahwa bangunan restoran yang difungsikan sebagai restoran yang awal bernama the Pianoza berubah nama menjadi Sangria by Pianoza dibangun oleh Tergugat II, dan saat dikelola Ellen Sulistyo restoran selalu ramai pengunjung, tidak seperti klaim Ellen Sulistyo bahwa restoran sepi.
Pada persidangan yang digelar pada hari Rabu tanggal 10 Januari 2024, kuasa hukum Ellen Sulistyo menghadirkan saksi fakta Nifa Kristika (supervisor restoran) yang sudah lama ikut kerja dengan Ellen Sulistyo, sejak tahun 2014.
Ada beberapa poin yang disampaikan saksi fakta tersebut, antara lain dirinya tidak mengetahui jumlah omset perbulan restoran tapi mengetahui omset harian. Dan saksi sering terkesan menutupi fakta dengan tidak bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan kuasa hukum.
Saksi mengatakan omset hari biasa Rp.10 juta hingga Rp 14 juta, dan omset paling tinggi Rp.15 juta hingga Rp.16 juta. Uang omset tunai setiap hari disetorkan ke akuntan Ellen Sulistyo bernama Dwi.
Terkesan tidak terbuka terlihat dari jawaban saksi Nifa ketika ditanya kuasa hukum Tergugat II, atas nama siapa yang transfer gajinya setiap bulan, yang dijawab tidak tahu tidak memperhatikan atas nama siapa yang transfer.
Terkait pernyataan saksi fakta Danang bahwa uang omset masuk ke rekening pribadi Ellen Sulistyo, saksi Dwi Endang Setyowati tidak bisa mengelak dan tidak secara langsung memperkuat yang disampaikan Danang bahwa uang omset masuk ke rekening Ellen Sulistyo. Saksi Dwi dihadirkan kuasa hukum Ellen Sulistyo pada persidangan yang digelar pada Rabu tanggal 17 Januari 2024.
Saksi fakta yang mengaku sudah bekerja ikut Ellen Sulistyo sejak tahun 2003, dan diperbantukan ke restoran Sangria sejak Agustus 2022, dan setiap hari berkantor di di jalan Dr.Soetomo 50-52 Surabaya mengatakan bahwa dirinya yang menghandle semua keuangan dari usaha Ellen Sulistyo termasuk pemasukan dan pembayaran listrik, serta gaji karyawan.
Keterangan saksi Danang waktu itu, terkait Ellen Sulistyo hanya membayar beberapa kali profit sharing sebesar Rp.60 juta dalam pengelolaan restoran diperkuat kebenarannya dari keterangan saksi Dwi ini, bahwa dirinya membayar dengan mencicil pembayaran profit sharing sebesar Rp.30 juta sebanyak dua kali.
Saksi Dwi juga menerangkan bahwa tidak ada pembagian service charge karena restoran rugi setiap bulan sebesar Rp.42 juta. Yang jadi pertanyaan kuasa hukum Tergugat II waktu itu, kenapa mengalami kerugian setiap bulan tapi tetap mau mengelola restoran, mengingat Ellen Sulistyo terkenal sebagai ratu resto yang mengelola banyak restoran tapi nengelola Sangria yang mempunyai bangunan megah bisa rugi. Selain itu, Dwi juga mengatakan ada bonus untuk beberapa karyawan. Ini kontradiktif dengan pengakuan kalau restoran rugi.
Di dalam persidangan ini, ada kejadian saksi fakta bergaya sebagai saksi ahli, menafsirkan perjanjian pengelolaan nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 sesuai dengan pemikirannya, hal itu terjadi pada persidangan yang digelar hari Senin tanggal 22 Januari 2024 dengan saksi Novi Irawati yang mengaku seorang pendeta dan penasehat spiritual Ellen Sulistyo.
Saat itu Novi seolah sebagai saksi ahli menyampaikan pendapat bahwa ada hal ganjil dalam perjanjian ada kewajiban Ellen tapi tidak ada kewajiban Effendi, dan dirinya mengatakan menemui notaris Ferry Gunawan dan mempertanyakan siapa yang buat draf perjanjian. Dari keterangan Novi, notaris menjawab yang membuat draf perjanjian adalah Tergugat II.
Lenny Rahmawati (supervisor) saksi fakta yang dihadirkan Tergugat I, setelah kesaksian Novi, menerangkan bahwa awalnya tidak tahu kalau restoran di tutup oleh Kodam V/Brawijaya, Lenny baru tahu setelah adanya rapat internal yang digelar Ellen Sulistyo.
Pernyataan Novi bahwa yang membuat draf perjanjian adalah notaris Ferry Gunawan dibantah keras oleh notaris Ferry Gunawan saat menjadi saksi fakta dalam persidangan pada Senin tanggal 29 Januari 2024.
Semua pernyataan Novi yang diduga kuat berbohong dalam persidangan terbongkar oleh kesaksian notaris Ferry Gunawan.
Ferry Gunawan menerangkan tidak pernah mengatakan ke Novi bahwa draf perjanjian dibuat oleh tergugat II dan Ferry mengaku tidak kenal dengan Novi hanya sekali bertemu, dan pertemuan itu juga dihadiri tergugat II dan Ellen Sulistyo.
Dari keterangan Ferry waktu itu, dirinya mengatakan bahwa draf awal perjanjian dibuat oleh Ellen Sulistyo. Ferry mengetahui hal itu karena Tergugat II menyampaikan secara lisan dan memforward pesan whatsapp Ellen Sulistyo ke Tergugat II yang berisi draf perjanjian ke dirinya.
Pada saat persidangan itu, chat whatsapp tersebut diminta kuasa hukum dari Tergugat II kepada hakim untuk dimasukan sebagai barang bukti tambahan.
Terkait pernyataan pihak Ellen Sulistyo tidak mengetahui adanya periodesasi dan tidak membaca dan memahami perjanjian, dibantah juga oleh notaris Ferry saat itu.
Dalam kesaksiannya, Ferry menyebutkan MoU dan SPK antara Kodam Brawijaya dengan CV.Kraton Resto telah dimasukan kedalam draf perjanjian. Dan sebelum perjanjian ditandatangani oleh para pihak, Ferry mengatakan bahwa sudah dibacakan, dan sempat saat itu terjadi perdebatan terkait profit sharing, semula Ellen Sulistyo setuju profit sharing Rp.75 juta/bulan, namun diminta revisi menjadi Rp.50 juta/bulan, tapi ditolak Tergugat II dan Tergugat II menegaskan perjanjian dibatalkan.
Dari keterangan Ferry, saat itu Ellen Sulistyo memohon agar perjanjian bisa diteruskan, akhirnya dengan ditengahi istri Tergugat II akhirnya terjadi kesepakatan profit sharing sebesar Rp.60 juta/bulan.
Terkait perjanjian, yang dipermasalahkan oleh Ellen bahwa Tergugat II ditulis sebagai direktur CV.Kraton Resto padahal sebenarnya sebagai komisaris, dijawab lugas oleh Ferry dalam peridangan.
Ferry mengatakan ada kuasa dari direktur CV. Kraton Resto (Fifie Pudjihartono) bahwa Tergugat II bisa bertindak sebagai direktur dan diberi mandat sebagai direktur. Ferry juga menegaskan bahwa tugasnya sebagai notaris sudah selesai pada saat itu, karena perjanjian itu telah ditandatangani para pihak, dan sebelum tandatangan, semua pihak sudah dibacakan atau membaca isi perjanjian dan para pihak tidak mempermasalahkan isi perjanjian termasuk tercantum MoU dan SPK Kodam dengan CV. Kraton Resto.
Saksi fakta terakhir yang dihadirkan dalam persidangan ini adalah Dian Permatasari (staf akunting Danang) yang dihadirkan kuasa hukum Tergugat II dalam persidangan yang digelar pada Senin tanggal 5 Februari 2024.
Terungkap fakta yang sebenarnya, bahwa Ellen Sulistyo mengambil gaji sebesar Rp.30 juta/bulan selama 3 bulan dengan total Rp.90 juta, padahal sesuai perjanjian pengelolaan tidak tercantumkan gaji Ellen Sulistyo.
Perjanjian tersebut adalah perjanjian pengelolaan, Ellen Sulistyo sebagai pengelola sudah diberikan hak keuntungan 50%, bukan gaji (red: karena bukan karyawan). Selain gaji, ada juga dugaan penyalahgunaan komplimen mencapai ratusan juta, atas nama Ellen Sulistyo untuk keluarganya.
Dian yang bertugas merekap omset pendapatan dan biaya operasional restoran berasal dari hasil laporan kasir restoran, juga menerangkan sejak adanya komplain dari Danang atas laporan keuangan yang tidak wajar, selanjutnya tidak ada laporan omset bulan Februari, Maret, April dan Mei tahun 2023 dilakukan oleh pihak Ellen Sulistyo
Dian dalam kesaksiannya juga menerangkan bahwa voucher dan komplaimen mengurangi pendapatan atau omset restoran. Dan terkait komplaimen, dari keterangan kasir disampaikan ke Dian bahwa jika ada customer keluarga Ellen Sulistyo tidak membayar ada keterangan komplaimen Ellen.
Dian saat dikonfirmasi kuasa hukum Tergugat II terkait jumlah total uang yang direkap terdiri dari Rp.103 juta untuk voucher, Rp.125 juta untuk komplaimen, Rp.21 juta untuk intertainmen, dan Rp.25 juta untuk diskon sales, hal itu dibenarkan oleh Dian. Dan Dian juga mengatakan ada tunggakan listrik, Indihome, dan gaji sekuriti ditalangi oleh Fifie Pudjihartono, karena belum dibayarkan oleh Ellen Sulistyo.
Terkait sharing profit, Dian menjelaskan bahwa sudah ditagih melalui email, pesan whatsapp dan surat resmi tapi tidak ada tanggapan dari Ellen Sulistyo.
Dian saat ditanya kuasa hukum Tergugat II juga menjelaskan bahwa total omset dari Sangria Resto selama 7 bulan sebesar Rp.2,86 Milyar. Semua rekap itu berdasarkan nota yang diberikan oleh kasir mulai bulan Oktober, Nopember, Desember ditahun 2022, dan bulan Januari 2023. Dan bulan Februari hingga Mei 2023, tidak ada lagi rekap yang diberikan kasir ke dirinya.
Dari keterangan para saksi, menurut advokat Arief Nuryadin kuasa hukum Penggugat dan advokat Yafeti Waruwu kuasa hukum Tergugat II diduga kuat Ellen Sulistyo melakukan wanprestasi dan penggelapan uang dalam jabatan.
Hal itu terbuktikan dari pembayaran profit sharing hanya dilakukan beberapa kali, tidak transparan keuangan yang mana semua uang omset masuk ke rekening pribadi Ellen Sulistyo di Bank Mandiri, tidak membayar PNBP, pajak mamin PB1 10%, service charge 5%, dan tagihan lainnya, padahal itu semua sudah tercantum dalam perjanjian pengelolaan restoran.
Terkait dugaan tindak pidana dalam jabatan atau penggelapan uang terlihat dari adanya pengambilan gaji direksi untuk Ellen Sulistyo dengan total Rp.90 juta, dan komplaimen untuk keluarganya, padahal komplaimen itu dipotong dari pendapatan atau omset restoran, modusnya dengan membuat seolah restoran mengalami kerugian.
Perlu diketahui, Sidang gugatan wanprestasi yang akan memasuki agenda penyerahan bukti tambahan para pihak pada Senin tanggal 4 Maret 2024 mendatang, dan akan dilanjutkan dengan agenda sidang kesimpulan, berawal dari tidak membayar PNBP kedua, Kodam V/Brawijaya menutup bangunan megah 2 lantai yang dibangun oleh Tergugat II pada tahun 2017 yang menghabiskan anggaran kurang lebih Rp.10 Miliar dan bangunan itu difungsikan sebagai restoran the Pianoza dan berubah nama menjadi Sangria by Pianoza.
Pembangunan itu dilakukan Tergugat II setelah ada perjanjian kerjasama pemakaian aset tanah TNI AD dhi. Kodam V/Brawijaya ditahun 2017 dengan jangka waktu 30 tahun dibagi dalam 6 periodesasi, setiap periodesasi jangka waktu 5 tahun.
Pembayaran PNBP periodesasi pertama (tahun 2017-2022) telah lunas dibayar oleh CV.Kraton Resto pada tahun 2017, dan PNPB peeiode selanjutnya menjadi tanggungjawab pengelola restoran yakni Ellen Sulistyo sesuai perjanjian nomor 12 tanggal 27 Juli 2022.
Pada tanggal 11 Mei 2022, walaupun uang omset masuk ke rekening Ellen dan Ellen tidak membayar PNBP, dengan inisiatif menjaga nama baik, akhirnya Tergugat II menjaminkan emas senilai kurang lebih Rp.625 juta ke Kodam V/Brawijaya. Namun walaupun ada jaminan emas, gedung restoran masih tetap ditutup oleh Kodam.
Ada kejadian yang menjadi pertanyaan besar, kejadian itu terjadi pada tanggal 28 Oktober 2023 malam, pihak Ellen Sulistyo mengambil barang - barang didalam restoran Sangria yang ditutup dan dijaga anggota Kodam V/Brawijaya. Barang - barang tersebut diklaim Ellen Sulistyo milik suplair.
Dalam proses pengambilan barang, kawasan sekitar restoran ditutup oleh anggota TNI, tidak ada yang boleh mendekat didalam restoran, bahkan pihak CV.Kraton Resto pun tidak diperbolehkan masuk ke kawasan restoran, kejadian tersebut sudah dilaporkan ke Puspomad, dan informasinya 4 PJU Kodam sudah dimintai keterangan pada tanggal 29 November 2023.
Dalam kejadian ini ada suatu pertanyaan, kenapa pihak Kodam V/Brawijaya mengijinkan pihak Ellen Sulistyo mengambil barang - barang di dalam restoran, padahal tidak ada hubungan hukum antara Kodam dan Ellen Sulistyo.
Dari rangkaian persidangan mulai barang bukti, keterangan para saksi, dan kejadian penutupan restoran oleh Kodam, serta adanya pembiaran pihak Ellen mengambil barang - barang didalam restoran, padahal tidak ada hubungan hukum dengan Kodam, diduga kuat berhubungan dengan keinginan Ellen Sulistyo untuk mengelola Sangria secara langsung dengan Kodam V. Hal ini di dengarkan langsung oleh advokat Yafeti Waruwu dalam pertemuan di rumah dinas Pangdam (red: Pangdam saat itu, Mayjen TNI Farid Makruf) pada tanggal 19 Mei 2023. Kata Yafeti, pertemuan itu di hadiri oleh dirinya , Tergugat II, Pangdam V/Brawijaya dan Aslog Kodam V/ BRW, Kolonel CZI Srihartono.
Menurut Yafeti Waruwu dari kejadian penutupan bangunan restoran oleh Kodam dengan dasar CV. Kraton tidak membayar PNBP, padahal ada jaminan emas senilai kurang lebih Rp 625 juta untuk jaminan pembayaran PNBP, dan Ellen tidak membayar PNBP padahal itu menjadi tanggungjawab Ellen sesuai perjanjian pengelolaan nomor 12 tanggal 27 Juli 2022, hal itu menjadi benang merah ada dugaan kuat permainan oknum Kodam dengan Ellen Sulistyo, untuk merebut gedung yang dibangun CV.Kraton Resto.
Menurut Yafeti, intinya dapat disimpulkan secara sederhana, kejadian penutupan gedung dan Ellen tidak membayar PNBP, diduga kuat, gedung tersebut hendak direbut dari tangan CV.Kraton Resto dan pengelolaannya diserahkan ke Ellen Sulistyo.
Dari jalannya persidangan, pada sidang yang digelar hari Senin (19/2/2024) lalu, rencananya pihak Kodam (Turut Tergugat II) akan menghadirkan saksi, namun dibatalkan secara tiba - tiba pada saat sidang, diduga ada perubahan kebijaksanaan karena Pangdam V/Brawijaya sudah berganti.
Dari informasi narasumber yang tidak mau disebutkan identitasnya, ada dugaan upaya intervensi dari berbagai pihak untuk menekan hakim agar membela Ellen dalam perkara gugatan wanprestasi ini, termasuk 3 naga Surabaya yang dibelakang Ellen Sulistyo, tapi tidak jelas naga apa yang dimaksud.
Perkara yang melibatkan beberapa pihak ini menjadi perhatian publik, dan semua menunggu putusan majelis hakim. Beranikah hakim menegakkan kebenaraan dan tegak lurus menegakkan keadilan ?. @Redho